Manakala kita mendengar raungan mobil polisi, dan melihat lampu biru menyala-nyala di kaca spion mobil kita, segera kita memeriksa apa-apa ‘kesalahan’ yang kita lakukan. Walaupun ternyata mobil polisi itu hanya lewat. Hal itu terjadi karena dalam pikran kita telah terbentuk asosiasi antara kehadiran suara dan lampu mobil polisi dengan ‘tilang’. Inilah yang disebut jangkar (anchor), yang memicu sikap dan tindakan tertentu.
Proses dimana suatu respons internal diasosiasikan dengan pengalaman eksternal atau internal itu disebut anchoring. Ini sesuai dengan fungsi jangkar untuk mengikat kapal di tempatnya, suatu jangkar akan menjadi acuan atau patok untuk mengikat pengalaman. Ini bisa dikaitkan dengan penelitian Pavlov untuk meneliti respons anjing atas bel yang dibunyikan saat mereka diberi makanan. Tiap kali memberi makanan, bel dibunyikan. Itu dilakukan berulang, hingga suatu saat bel dibunyikan tapi makanan tidak diberikan. Ternyata anjing-anjing itu tetap mengeluarkan air liurnya, karena pikirannya mereka telah belajar, bahwa bunyi bel terkait dengan datangnya makanan.
Jangkar pikiran ini terjadi alamiah, sehari-hari. Apa yang kita lihat, dengar, rasakan, bau, dan sentuh setiap hari dapat mengundang kenangan dan perasaan. Kadang perasaan yang menyenangkan, walau kadang perasaan buruk juga.
Jangkar pikiran atau anchor itu dapat dibentuk untuk kepentingan kita, sehingga dengan ”simbol” tertentu dengan cepat kita dapat mengundang perasaan atau emosi positip yang kita kehendaki. Ini penting karena sering kali kita perlu menghadirkan tidak hanya perasaan tapi juga tindakan refleks tertentu. Misalnya, kita otomatis akan menginjak rem kendaraan saat melihat lampu rem kendaraan di depan menyala. Itu berlangsung cepat, tanpa harus dipikir dulu, karena memang tidak cukup waktu untuk memikirkannya. Dengan kata lain berlangsung dengan kendali pikiran tanpa-sadar (unconscious).
Untuk menghasilkan tindakan atau sikap tertentu secara cepat dapat diciptakan jangkar pikiran. Misalnya menghadirkan perasaan percaya diri, alangkah bergunanya kalau tidak harus berfikir dan membayangkan kenangan indah dulu, tapi hanya satu dengan sentuhan pada telinga saja.
Beberapa pelatih manajemen menggunakan anchoring spatial (ruang), misalnya dengan selalu berdiri di sebelah kiri saat menerangkan pelajaran, berdiri di tengah ruangan saat melontarkan pertanyaan. Jika ini dilakukan berulang kali, maka siswa akan belajar, dan otomatis akan sisp-siap menjwab saat sang instruktur berdiri di tengah ruangan. Atau pelatih memutar lagu tertentu setiap saat siswa harus masuk lagi ke dalam kelas, sehingga tanpa dipanggil-panggil mereka otomatis masuk kelas saat lagu itu diputar.
Bagaimana membentuk anchor?
Ada beberapa prinsip yang perlu dipenuhi agar anchor yang terbentuk efektif bekerja. Antara lain, pemicu yang dibuat haruslah bersifat unik, dilakukan kalibrasi beberapa kali agar betul-betul bisa berfungsi.
Keunikan stimulus yang dimaksud menyangkut: (a) intensitas, (b) kemurniannya, (c) waktu (timing), dan (d) konteksnya. Intensitas, menyangkut kekuatan sensasi yang diasosiasikan dengan pemicu yang dibuat. Misalnya, untuk menciptakan anchor ”percaya diri”, perlu dihadirkan kenangan saat rasa ’percaya diri’ sangat tinggi. Apa yang dilihat, didengar, dirasa saat itu, kuatkan warna, cahaya, bunyi, dan kesan perasaan yang hadir. Sehingga saat anchor, misalnya ’memegang telinga’ akan mudah memicu hadirnya sensasi percaya diri tersebut.
Kemurnian, artinya stimulus ’memegang telinga’ yang kita ciptakan memang betul-betul murni dikaitkan dengan peristiwa spesifik saat ’percaya diri’ besar dengan sensasi kuatnya, dan tidak tercampur dengan kesan lain. Waktu atau timing, agar efektif maka saat penerapan anchor tersebut haruslah benar-benar tepat waktu. Menyusunnya saat kondisi emosi kita sangat kuat. Konteks, maksudnya sebagian anchor efektif hanya kalau situasi saat dihadirkannya persis mirip saat pengalaman (percaya diri) itu terjadi.
Langkah pembentukan anchor agar betul-betul efektif berfungsi, antara lain meliputi:
1. Perjelas hasil (outcome) yang ingin dicapai dengan penggunaan anchor ini, dan sikap apa yang akan dihadirkan,
2. Hadirkan dan jangkar sikap yang ingin kita inginkan itu menggunakan kondisi yang tersusun dengan baik (sensasinya kuat),
3. Uji keefektifannya dengan memanggilnya (misal ’memegang telinga’) beberapa-kali
Anchoring Sumber Daya
Jangkar sumber daya ini memungkinkan suatu sikap (positip) tertentu dihadirkan pada saat dibutuhkan. Misalnya, kita akan menghadiri suatu pertemuan penting, akan sempurna kalau kita saat itu dalam kondisi percaya diri dan mantap. Langkah-langkah untuk menciptakan anchor ini adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi situasi dimana kita rasa akan membutuhkannya;
2. Pilih sikap yang kita inginkan pada situasi itu, misalnya sikap “percaya diri,”
3. Ingat-ingat saat kita mengalami ”percaya diri” yang tinggi. Lihat apa yang tampak saat itu (orang, benda, ruangan atau pemandangan), dengar suara (musik, percakapan, keheningan lingkungan) yang terjadi, dan rasakan perasaan (panas, dingin, lembut, senang), kalau perlu juga bau (wangi, bau makanan) yang terjadi waktu itu. Cek dan rekam detail sensasinya, kuatkan dengan membesarkan, menguatkan warna dan cahayanya, mengeraskan, merasakan lebih dalam;
4. Pilih tiga anchor, satu kinestetik (terkait sentuhan), satu visual (gambar), satu auditori (terkait bunyi). Yang kinestetik bisa sentuhan pada satu bagian dari tubuh yang janrang kita sentuh, misalnya sentuhan pada telinga, colekan pada lutut, cubitan pada paha. Yang visual, bsa sekedar mengingat apa yang terlihat saat kita mengalami percaya diri yang hebat dulu. Dan anchor auditory bisa dengan mengucapkan kata tertentu, seperti ”pede”, ”yes”atau ”merdeka,” tapi tidak perlu diucapkan dengan keras;
5. Mulai dengan mengulang pengalaman saat sangat ”percaya diri” tersebut. Saat ingatan akan pengalaman ini hadir, saat itu pula praktekkan anchor yang telah kita buat;
6. Lalu, alihkan perhatian (break) dengan melakukan kegiatan lain, misalnya jalan sekitar meja atau keluar ruangan sebentar;
7. Kembali, ulangi langkah 5 beberapa kali, dan tiap kali perbaiki pengalaman dengan menguatkan kesan atau sensasi suasana yang dipanggil hingga optimal;
8. Uji asosiasi dengan mempraktekkan achor tersebut. Kalau kita rasakan telah terjadi asosiasi anchor dengan kesan yang diinginkan berarti anchor itu sudah jadi, tinggal melatih lagi nantinya. Tetapi kalau belum bekerja, berarti perlu mengulang lagi langkah 5-7 hingga anchor itu berfungsi baik;
9. Identifikasi beberapa situasi dimana kita memerlukannya. Bayangkan hadirnya sikap yang kita butuhkan itu saat anchor pemicu tersebut kita gunakan.
Sunday, December 16, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment