Sunday, December 16, 2007

Mengembangkan Ide-ide Kreatif yang Siap Dilaksanakan

If your mind can conceive it, and your heart can believe it, you can achieve it. (Jesse Jackson)

Dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan terutama di tempat kerja, kita sering harus berfikir dan mengerahkan kreativitas kita dalam menyusun rencana, merancang produk/jasa ataupun acara. Dalam situasi itu kita disarankan untuk bisa berfikir se bebas-bebasnya, agar semua kretivitas dapat dimunculkan tanpa kendala. Namun kenyataannya, berfikir bebas itu ternyata sulit, karena pada saat itu juga kita dihantui oleh risiko-risiko gagal, malu kalau tidak perfect, dst. Akibatnya,proses berfikir kreatif menjadi terkendala, atau bahkan ide cemerlang menjadi buyar.

Peoses berfikir kreatif memang sering bertabrakan, konflik dengan pemikiran kritis. Oleh karena itu diperlukan strategi berfikir yang lebih positif, tidak saling meniadakan. Untuk permasalahan seperti itu NLP punya kiat yang dipelajari oleh penemu NLP. Kiat ini disebut model berfikir ala Walt Disney, yang terdiri dari tiga tahap. Model berfikir ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap kratif, tahap kritis.

Pertama, berfikir kreatif. Perankan diri kita sebagai si Kreatif yang memulai rancangan dengan menggali dan mengungkapkan, menulis ide secara bebas. Seperti seniman "urakan" yang duduk di sebuah taman yang hijau, di teduhi pohon rindang, tanpa peduli keadaan sekeliling, apalagi komentar orang. Ide-ide dibiarkan mengalir secara bebas, tanpa peduli logika atau format, tata bahasa atau aturan lainnya. Yang penting adalah mengungkap ide seluas-luasnya, dengan cepat. Mengapa harus cepat? Karena daya konsentrasi kita tidak bisa berlangsung terlalu lama. Kalau sudah terinterupsi biasanya kembalinya juga butuh waktu yang lama. Jangan pula risau soal bahan, referensi, nanti saja itu, yang penting semua ide tertuang dahulu. Mencari referensi, membaca buku/artikel bisa membuyarkan ide original, dan memudarkan momentum menulis.

Kedua, berfikir logis/realistis. Setelah tahap kreatif diatas dianggap memadai, kita berganti peran sebagai Si Logis. Bayangkan kita menghadapi setumpuk naskah, atau draft desain, yang diserahkan oleh seorang penulis atau seniman. Tugas kita harus mematangkannya.
Maka yang akan kita lakukan adalah: melihat sistematika dan kelengkapannya. Lalu menilai apakah kerangka sudah logis, strukturnya mengikuti kaidah-kaidah dan standar yang wajar dan konsisten. Apakah detail-detailnya sudah memadai, lengkap dengan unsur spesifik yang menguatkan keunikan dan citra yang ingin ditonjolkan. Tugas si Logis disini yang mensistematisir, membuatnya lebih fokus dan konsisten pada tema utama, serta melengkapinya dengan detail, gaya, unsur-unsur yang unik, menggugah perasaan penikmat.

Ketiga, berfikir kritis. Kini saatnya pekerjaan di alihkan kepada Si Kritikus. Sesuai namanya, disini kita berperan sebagai tukang kritik. Mulai dari menantang tema, tujuan, hipotesis, asumsi yang digunakan. Menantang sistematika, konsistensi pengungkapan atau penulisan. Hingga sikap kritis terhadap aspek-aspek teknis dan finishing, seperti tata bahasa, titik koma, dan kaidah-kaidah dasar lainnya.

Si Kritikus perlu bersikap sebagai lawan, atau penguji, atau anggota tim penilai atas proposal atau karya. Memposisikan diri sebagai pembeli, konsumen atau pengguna. Sehingga hasil yang diharapkan adalah karya yang tahan uji, dan layak jual.

Dengan memerankan ketiga aktor/aktris tersebut, maka ketiga peran tersebut masing-masing diberi kesempatan untuk berkontribusi. Karena kalau tidak, biasanya, ketiganya bisa saling mengganggu. Saat menggali ide dan mengungkapkan gagasan, muncul gangguan untuk mengoreksi, mengedit; atau "ancaman" dan kekuatiran kalau ditolak, ditertawakan oleh penguji atau konsumen.

Ketiga tahapan tersebut bisa diulang (iterasi), sampai dirasa lengkap dan meyakinkan untuk disajikan kepada penikmat.

Praktik:
1. Silahkan Anda mengambil posisi relaks, santai, bernafas dengan teratur, lupakan sejenak urusan apapun.
2. Cobalah mengingat suatu saat dimana Anda merasa sangat Kreatif, cobalah ingat kapan dan peristiwa apakah itu. Kalau sudah, beralih ke saat Anda merasa sangat Realistis, bayangkan peristiwanya, apa yang Anda pikir dan rasakan. Kemudian, beralih ke saat-saat dimana Anda sangat Kritis, tajam melihat persoalan, ingat-ingat peristiwa apa itu, bagaimana pikiran dan perasaan Anda saat itu.
3. Cobalah ambil ide, rencana kegiatan, atau rancangan produk yang akan Anda garap.
4. Bawalah Ide tersebut ke situasi dimana Anda dalam kondisi yang Kreatif, secara bebas keluarkan gagasan apapun, se ideal-idealnya, seaneh-anehnya, hingga jadi Ide yang betul-betul Anda iinkan.
5. Bawalah Ide yang kreatif itu ke situasi dimana Anda sangat Realistis. Kaitkan dengan sumber daya yang ada, baik waktu, dana, kapasitas organisasi dan manusia yang ada atau Bisa diadakan, dan sesuaikan Ide Anda dengan pikiran-pikiran realistis.
6. Berikutnya, bawa Ide dan usulan penyempurnaan si Realis itu ke situasi dimana Anda merasa jadi Kritikus. Cobalah mengkritisi Ide tersebut secara konstruktif, adakah yang kurang, risiko gagal atau 'diserang' lawan, dan seterusnya. Lalu sesuaikan Ide tersebut, sehingga menjadi Ide kreatif yang sudah disesuaikan dengan realita kondisi, dan diuji secara kritikal.
7. Kalau Anda kurang puas, masih ada yang mengganjal, maka silahkan mengulang proses kreatif, reastis, dan kritis tersebut.

No comments: